Gallery

Behind The Scene: Penjelasan Metode Valuasi Yang Saya Gunakan

Sudah hampir 3 tahun berlalu sejak saya menulis artikel tentang cara melakukan valuasi saham. Metode tersebut terbilang cukup sederhana, terlebih apabila dibandingkan dengan metode valuasi yang umum digunakan oleh oleh para profesional. Walaupun sederhana, bukan berarti metode tersebut tidak efektif. Kesederhanaan filosofi metode valuasi tersebut justru menjadi kekuatannya. Dalam banyak kasus, terbukti bahwa hasil valuasi memberikan hasil yang cukup memuaskan. Thanks to Mr. Mizrahi yang telah menjadi ‘guru’ saya dan memperkenalkan metode tersebut.

Sebelum menggunakan senjata, kita harus memahami anatominya agar dapat menggunakannya dengan baik. Demikian pula dengan metode valuasi yang ada di blog ini. Kita harus memahami konsep-konsep yang mendasarinya agar dapat menggunakannya dengan benar.

Hal pertama yang perlu digarisbawahi adalah bahwa hasil valuasi memberikan informasi pada kita tentang level harga yang masih masuk akal bagi kita untuk berinvestasi. Artinya, jika hasil valuasi menunjukkan bahwa harga wajar suatu saham adalah 1000, bukan berarti jika pada saat ini kita membelinya di harga itu kita tidak akan mendapatkan keuntungan. Dengan membeli saham tersebut di harga 1000, maka kita mengharapkan imbal hasil per tahun sebesar risk premium yang telah ditetapkan. Pada contoh valuasi UNVR yang digunakan pada artikel tersebut, harga wajar UNVR adalah 6,023 dan risk premium-nya adalah 18.61%. Jika kita membeli UNVR di harga 6,023, maka kita mengharapkan imbal hasil per tahun sebesar 18.61%. Walaupun begitu tentu saja akan lebih baik apabila kita dapat membeli dengan harga yang lebih murah.

Pada dasarnya, kita mencoba mencoba untuk mencari harga suatu saham di masa mendatang berdasarkan data PER historis dan proyeksi EPS dan kemudian mengestimasikan harga yang wajar untuk saat ini. Pada prinsipnya, semakin konservatif asumsi kita mengenai PER dan pertumbuhan EPS, semakin kecil risiko kita jika membeli sahamnya. Sayangnya, apabila kita terlalu konservatif, kita akan mendapatkan pilihan saham yang sangat sedikit. Perusahaan yang bagus biasanya dijual dengan PER yang lebih tinggi sehingga kita tidak dapat menyamakan dengan PER perusahaan yang lebih buruk kinerjanya.

Jangan lupakan juga pentingnya validitas informasi yang kita gunakan sebagai input valuasi. Sebagai contoh , suatu perusahaan pada tahun ini tiba-tiba melonjak laba bersihnya. Apabila kita menggunakan EPS tersebut maka kemungkinan besar hasil valuasi kita akan terlalu tinggi karena secara historis kinerja perusahaan tersebut biasa-biasa saja. Metode ini akan memberikan hasil terbaik untuk perusahaan yang memiliki earning growth yang stabil dan secara historis diperdagangkan pada range PER yang sempit. Metode ini akan sangat lemah untuk digunakan pada perusahaan yang baru tumbuh dengan pesat dan tidak memiliki data historis earning growth yang stabil. Kesalahan asumsi valuasi yang kita pergunakan akan membuatnya menjadi ‘garbage in, garbage out’.

Hal lain yang perlu diluruskan adalah bahwa valuasi hanyalah sentuhan akhir. Sebelum melakukan valuasi kita harus memastikan bahwa perusahaan dalam kondisi yang prima dan mampu memberikan kinerja yang baik di masa mendatang. Saya lebih memilih untuk berinvestasi pada perusahaan yang dijual sedikit di atas harga wajarnya namun berpotensi tinggi dibandingkan dengan perusahaan biasa-biasa yang dijual dengan harga murah. Ekstrimnya, perusahaan yang sangat bagus ada kemungkinan layak kita beli walaupun pada saat itu dijual dengan PER 30x. Untuk perusahaan yang biasa-biasa saja, jangan sekali-kali mencoba melakukan hal yang sama.

4 thoughts on “Behind The Scene: Penjelasan Metode Valuasi Yang Saya Gunakan

  1. Sebuah reminder yang baik Pak Parahita. Kita kadang2 lupa dengan kondisi kesehatan dan kestabilan kinerja suatu perusahaan hanya karena silau terhadap hasil valuasi yang menampilkan potensi undervalue terhadap harga saham sebuah perusahaan. Sejarah pun telah membuktikan, membeli perusahaan hanyak karena sahamnya wrongly valued malah memberikan kerugian untuk jangka panjang (ingat kasus 2 orang peraih nobel ekonomi–saya lupa namanya– yang mendirikan fund, lalu kolaps setelah 4 tahun berdiri, karena bersikeras membeli saham2 dan produk2 yang dianggap undervalued tanpa mendalami stabilitas dan kesehatan saham2 koleksi mereka).

    Mengutip Warren Buffet–tentu saja: “saya lebih suka membeli perusahaan yang wonderful di harga yang fair, daripada membeli perusahaan yang fair (biasa2 saja) pada harga yang wonderful (murah)”

    Semoga Pak Parahita selalu dalam keadaan sehat dan bahagia, dan selalu konsisten mengingatkan apa inti, fungsi dan tujuan sejati dari berinvestasi. Terimakasih.

  2. Pak, buat valuasi dengan pendekatan ini seperti yang biasa bapak gunakan. Jika dilihat dari valuasi model nya Damodaran, termasuk yang mana ya?DCF atau relatif?thx pak

  3. Pingback: Bagaimana Cara Menentukan Harga Wajar Saham? | Pojok Ide Investasi

Leave a comment