Salah satu ciri khas dari investor kawakan adalah memiliki falsafah investasi yang sederhana namun susah untuk dilakukan. Begitu juga dengan Peter Lynch, mantan fund manager andalan Fidelity Magellan. Peter Lynch adalah seorang lulusan Wharton yang merupakan salah satu perguruan tinggi yang memiliki program MBA terbaik di US. Yang cukup mengejutkan adalah kesederhanaan falsafahnya dalam investasi saham. Salah satu prinsipnya adalah hanya membeli saham yang dipahaminya. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi, lupakan saham tersebut.
Walaupun begitu, Peter Lynch juga mengatakan bahwa sering terjadi mispersepsi mengenai prinsipnya tersebut. Hanya karena kita memahami bisnis di balik suatu saham, tidak serta merta kita bisa langsung membelinya. Kita tetap harus memahami kondisi fundamentalnya dan yang terpenting, apakah saham tersebut dijual dengan harga yang sewajarnya?
Pada dasarnya, Peter Lynch membagi saham dalam beberapa kategori:
1. Fast Growers
Saham-saham yang masuk ke dalam kategori ini adalah saham-saham yang memiliki pertumbuhan earning jangka panjang yang cukup tinggi (> 20%).
2. Stalwarts
Saham-saham yang masuk kategori kedua adalah saham-saham yang memiliki pertumbuhan jangka panjang antara 10% – 20% per tahun. Biasanya yang masuk ke dalam kategori ini adalah saham-saham yang mulai mature namun masih memiliki potensi untuk tumbuh.
3. Slow Growers
Saham-saham yang masuk kategori ini adalah saham-saham yang memiliki pertumbuhan EPS kurang dari 10%. Perusahaan yang masuk ke dalam kategori ini biasanya adalah perusahaan yang mature dengan potensi pertumbuhan EPS terbatas.
4. Cyclicals
Perusahaan cyclicals adalah perusahaan yang kinerjanya sangat bergantung pada kondisi ekonomi. Contohnya adalah produsen mobil, produsen logam, dan perkebunan.
5. Turnarounds
Perusahaan yang masuk ke dalam kategori ini adalah perusahaan yang sedang berada dalam kesulitan namun ada tanda-tanda membaik. Jika kita dapat mendeteksinya secara dini, potensi keuntungan yang akan kita dapatkan cukup besar.
6. Asset Plays
Perusahan yang masuk ke dalam kategori ini memiliki nilai aset yang lebih tinggi daripada yang tercatat di dalam pembukuannya. Menemukan perusahaan jenis ini gampang-gampang susah karena kita harus mengetahui dengan pasti berapa nilai sebenarnya dari aset-aset yang dimilikinya.
Strategi Investasi Peter Lynch: Step by Step
Buku “The Guru Investor” yang dituliskan oleh John P. Reese menjelaskan strategi investasi Peter Lynch secara terperinci. Pada dasarnya, Peter Lynch membagi perusahaan ke dalam tiga kategori. Lho kok hanya tiga? Bukannya di atas dijelaskan bahwa terdapat enam jenis perusahaan? Karena kita ingin menganalisis secara kuantitatif, maka yang paling mungkin dilakukan adalah mengambil hanya tiga kategori saja, yaitu fast growers, stalwarts, dan slow growers. Setelah menggolongkannya ke dalam salah satu dari ketiga kategori tersebut, kita akan melakukan pengujian yang berlaku untuk kesemua saham di dalam kategori tersebut. Setelah lolos, barulah kita melakukan pengujian yang spesifik untuk masing-masing kategori.
Catatan: Ada beberapa pengujian tentang jumlah minimum sales (revenue) yang dinyatakan dalam USD. Kita tidak bisa secara langsung mengkonversikan nilainya ke dalam IDR. Karena revenue berkaitan dengan GDP, maka kita akan mencoba membandingkan GDP US dengan Indonesia. Berdasarkan data IMF, GDP US adalah USD 14.119 miliar sementara GDP Indonesia adalah USD 707 miliar. Dengan kata lain, GDP Indonesia adalah sekitar 5,01% dari GDP US. Oleh karena itu revenue sebesar USD 2 miliar di US setara dengan IDR 871 miliar (USD 2 miliar x 8.700 (kurs USD/IDR) x 5,01%).
LANGKAH 1: Mengklasifikasikan Perusahaan
EPS growth < 10% –> Slow-grower
10% <= EPS growth < 20% –> Stalwart
EPS growth >= 20% –> Fast-grower
LANGKAH 2: Tes Untuk Semua Saham
Untuk stalwarts dan slow-growers tambahkan dividend yield pada komponen growth :
0 < PEG Ratio <= 0,5 –> Pass – best case
0,5 < PEG Ratio <= 1 –> Pass
PEG Ratio > 1 –> Fail
- Change in Inventory – to – Sales Ratio
– Perusahan keuangan atau utilitas –> Pass (tidak dilakukan pengujian)
– Change in inventory/sales < 0 –> Pass – best case
– Change in inventory/sales = 0 –> Pass
– 0 <= Change in inventory/sales <= 5% à–>Pass – minimum
– Change in inventory/sales > 5% –> Fail
- Total Debt – Equity Ratio
– Perusahan keuangan atau utilitas –> Pass (tidak dilakukan pengujian)
– D/E < 30% –> Pass – best case
– 30% <= D/E < 50% –> Pass – normal
– 50% <= D/E < 80% –> Pass – mediocre
– D/E >= 80% dan perusahaan utilitas –> Pass
– D/E >= 80% dan bukan perusahaan utilitas –> Fail
Khusus untuk perusahaan keuangan:
- Equity – to – Assets Ratio (E/A)
– E/A >= 5% –> Pass
– E/A >= 13,5% –> Pass – best case
– E/A < 5% –> Fail
– ROA >= 1% –> Pass
– ROA < 1% –> Fail
LANGKAH 3: Test Spesifik Untuk Masing-Masing Kategori
Untuk Fast-growers:
– Sales > IDR 435 miliar dan PER <= 40 –> Pass
– Sales > IDR 435 miliar dan PER > 40 –> Fail
– Sales <= IDR 435 miliar –> N/A
– 20% <= EPS growth <= 25% –> Pass – best case
– 25% < EPS growth <= 50% –> Pass
– EPS growth > 50% –> Fail
Untuk Stalwarts:
– Sales >= IDR 827 miliar –> Pass
– Sales < IDR 827 miliar –> Fail
– EPS > 0 –> Pass
– EPS <= 0 –> Fail
Untuk Slow-growers:
– Sales >= IDR 435 miliar –> Pass
– Sales < IDR 435 miliar –> Fail
- Yield Compared with the S & P 500 Yield (untuk Indonesia bisa menggunakan yield LQ-45)
– Yield ≥ yield LQ-45 dan ≥ 3% –> Pass
– Yield < 3% –> Fail
– Yield < S & P Yield –> Fail
LANGKAH 4: Kriteria Bonus (Tidak Wajib)
Pengujian di bawah tidak wajib namun jika kita menemukan saham yang lolos akan lebih baik.
- Free Cash Flow per Share – to – Current Price Ratio >= 35% –> Pass – Bonus
- Net Cash per Share – to – Current Price Ratio
– 30% <= Net Cash per Share – to – Current Price Ratio < 40% –> Pass – Good
– 40% <= Net Cash per Share – to – Current Price Ratio < 50% –> Pass – Better
– Net Cash per Share – to – Current Price Ratio >=540% –> Pass – Best
Pada tulisan selanjutnya akan dibahas contoh penggunaan screening dari Peter Lynch ini.